Jumat, 06 November 2015

Angin Pujaan Hujan

Angin..
engkau di rindukan..
oleh banyaknya hujan,,
kemanakah engkau
disini kami menunggu

Angin..
aku bagian dari banyaknya hujan
sama sama merindu
sama sama pilu

Angin..
mereka semua tak sabar
mereka semua pergi
mereka mencari pengganti

Angin..
hanya aku yang tersisa
menunggu manisnya cinta
duduk sendiri 
sampai angin itu kembali

Sabtu, 04 Juli 2015

Selembar Penyesalan

lihai jari jemari ini mengetik, di iringi lagu instrumental yang begitu romantis, terbayang indahnya masa masa dulu, banyak hal yang kita lakukan bersama, suka duka, pahit pedih, hingga tetesan air mata yang menetes, air mata itu bukan hanya bentuk kepedihan, melainkan bentuk kebahagiaan, ingin rasanya kembali ke masa masa itu, masa dimana setiap langkahku selalu ada bayangmu, saat aku bangun dari tidurku ada ucapan yang manis di balik layar handphoneku, saat aku putus asa kau bisikan kata semangat di kupingku, saat aku mengalami ke suksesan kita merayakannya bersama, di dalam canda tawa yang ikhlas, hmmm itu hanya kenangan, kenangan yang tak akan terulang, seperti harta yang sudah hilang, tak dapat di temukan lagi, saat ini aku hanya sedang berada di depan layar berusaha melangkah kedepan mencari sesuatu yang tak akan aku lepaskan, sosok wanita yang akan menemaniku kelak di jalan yang terjal penuh rintangan penuh lubang, mungkin ini hanya harapan belaka, tapi apakah seorang yang masa lalunya kelam seperti saya mampu? apakah seorang yang menodai hati seorang wanita seperti saya bisa? apakah seorang yang membuat wanita meneteskan air mata seperti saya itu layak? apakah mampu apakah bisa apakah layak?! yang saya bisa hanyalah menundukan kepala menyesali perbuatan yang telah di lakukan dulu, aku ingin memperbaikinya kembali ke masa itu, namun aku tak bisa! apa yang harus aku lakukan?! diam terpuruk dalam penyesalan? apakah perlu aku akhiri hidup ini? tidakah pilihan lain?! kini lututku lemas, pikiranku terbuka, melihat sinar yang semakin lama semakin terang dari kejauhan, sinar apakah itu?! sinar yang mampu membuatku berubah, sinar yang mampu membuatku berdiri kembali, sinar itu berusaha pergi, akan ku dapatkan sinar itu, sinar yang indah dan mnyejukan hati.

Jumat, 03 Juli 2015

Seorang yang Pemalas Part 2



Aku nyaris melupakan tujuan awalku ke kota yang ingin mencari kerja. Tak jauh dari warteg, kebetulan ada perusahaan kecil. Mungkin ini saatnya mencoba peruntunganku di perusahaan itu. Namun usahaku tak membuahkan hasil, Aku ditolak. Bahkan Manajernya sempat melecehkan,  Emang kamu bisa apa?
Sempat dibuat frustasi mendengar kata-katanya, hingga kuputuskan untuk pulang ke rumah. Di stasiun, Aku sengaja menemui penjual ketan bakar lagi. Sekadar membelikannya untuk adik. Sayangnya, sore itu ketan bakar sudah habis. Lantas Aku sedikit dibuatnya heran. “Dagangannya sudah habis, kenapa dia tidak pulang saja?,” komentarku dalam hati.
Pukul 09.00 malam, kubuka pintu rumah dengan kunci serep yang Aku bawa. Seisi rumah nampak sepi, sepertinya Ayah dan adik sudah tidur. Kurebahkan badan di kasur. Keheningan buatku teringat akan gadis itu. Ah, begitu manisnya dia, cantik. “Tapi, bagaimana Aku bisa bertemunya lagi?,” pikirku.
Aku memutuskan untuk ke kota. Bukan untuk mencari kerja, tapi berharap  bisa bertemu dengan gadis itu. Berangkat lebih pagi, pukul  08.00 sudah berada di stasiun. Di tempat biasa, terlihat bapak penjual ketan bakar baru saja memarkirkan grobaknya.
Wah, kebetulan sekali. Isi perut dulu ah,benakku. Sambil menunggu dibuatkan, Aku memberanikan diri untuk bertanya, Sudah dari kapan bapak berjualan?
Sudah 22 tahun dek,” jawabnya.
Terima kasih pak,” kataku sambil menerima ketan bakar itu. Setelahnya, Aku berjalan menuju loket. Seperti biasa, loket dengan antrian yang panjang. Namun kali ini Aku tidak merasa malas, justru sangat bersemangat. Karena menunggu hadirnya gadis itu. Sudah seharian Aku duduk menunggu di stasiun dan menghabiskan banyak makanan, tapi dia tak kunjung datang. Hah, baiklah Aku menyerah. Mungkin sudah sebaiknya kembali pulang. Keadaan rumah tetap sepi, walaupun Aku pulang lebih awal. Mungkin Ayah masih berjualan dan adik di rumah tetangga. Seharian menunggu di stasiun membuat tubuhku terasa letih. Aku pun tidur.
Terlalu sulit untuk lekas menyerah, kuputuskan untuk pergi lagi ke stasiun pada keesokan harinya. Aku benar-benar ingin bertemu gadis manis itu, Aku sangat merindukannya. Kulihat gerobak ketan bakar itu sudah dipenuhi orang. Ya, kini ketan bakar sudah jadi santapan langgananku setiap kali ke stasiun.
“Pak, pesan satu ya”
Eh, si adek lagi. Hehe iya siap,” sepertinya bapak itu sudah mulai mengenaliku.
Rame ya pak, pelanggannya?”
Iya ni dek, biasanya sih gak seramai ini.
Hm, bapak pernah kepikiran buat jualan yang lain gak, gitu?”
Enggak, kebetulan cuma ini yang bapak bisa, meracik dan membuat ketan bakar,” Aku kaget, jawaban ini pernah kudengar sebelumnya. Tepat, Ayahku pernah berucap serupa. Aku jadi teringat Ayah. “Ah, ya. Mungkin hanya kebetulan saja,” gumamku.
Terima kasih pak,” Aku pun beranjak menuju loket. Sama sekali tak ada tanda-tanda kehadirannya. Mata dan leherku tak hentinya menjelajahi sekitaran stasiun, mencari keberadaan gadis itu. Lama menunggu. Sampai akhirnya, pandanganku beralih ke arah toilet. Aah, akhirnya aku melihat gadis itu! Sungguh senang bukan kepalang. Dia mulai menuju loket. Pandanganku tak lepas ke arahnya, dan terus mengikutinya. Tanpa ada rasa curiga dia mulai masuk ke dalam gerbong kereta, dia duduk dengan anggun. Aku duduk agak jauh di sebrang tempat duduknya. Aku terus menatapnya, kali ini Aku tidak akan membiarkan dia lolos lagi dari perhatian. Hingga pandanganku ikut berhenti seiring berhentinya kereta. Dia pun turun.
Beberapa kali ponselku bergetar tapi kuabaikan. Aku enggan kehilangan gadis itu lagi. Lama mengikuti, akhirnya Ia sampai dan masuk ke sebuah Universitas ternama di Depok. Tanpa lelah, aku berusaha mengikutinya dari belakang. Terlihat dari kejauhan, Ia bertemu dengan teman-temannya. “Nampaknya dia anak orang kaya,” gumamku agak dibuat minder. Di satu sisi, Aku ingin mengenalnya lebih jauh, di sisi lain kupikir Aku orang miskin yang tak pantas dengannya. Hari itu pun berakhir dengan rasa kecewa yang kembali membawaku pulang ke rumah.
Pukul 08.00 malam, Aku berada di stasiun. Saat hendak melanjutkan perjalanan, Aku baru sadar uang yang Ayah bekali sudah habis. Rasanya marah, kesal, kecewa. Entah, Aku bingung harus melakukan apa. Kucek ponselku, ternyata ada lebih dari sepuluh kali panggilan tak terjawab dari nomor yang tidak Aku kenal. Aku merenung, sambil mengingat adikku. Seketika Aku kangen dengannya
“HEH, dek!
Aku kaget. Ternyata, yang memanggilku adalah bapak penjual ketan bakar. Sedikit lega rasanya.
Lagi ngapain kamu diam di sini?”
Ah, saya..hm. Eh, hehehe istirahat aja pak. Bapak belum pulang?”
“Iya, tiap hari Bapak nunggu seseorang sampai jam segini.
Oh, begitu Pak. Setiap hari ya? Nunggu siapa, Pak?”
Gak tiap hari juga dek, kemarin anak saya libur. Nah, itu anak saya.
Aku dibuat sangat terkejut. Saat tahu kalau orang yang bapak tunjuk itu, tak lain adalah gadis yang selama ini aku cari. Ya, gadis manis yang kuidam-idamkan itu, kini tengah berjalan ke arahku. Perasaanku campur aduk. Masih setengah tidak percaya. Aku pun mulai bertanya, Dia kuliah di Universitas yang mewah itu? bagaimana bisa? Sedangkan Bapak.. Bapak itu tersenyum dan berkata, Ini semua atas dasar kemauan dan kerja kerasnya, Bapak mah hanya mendukung saja. Bantu doa.”
Gadis itu berjalan cepat, memeluk sambil mencium pipi Ayahnya. Mendadak Aku jadi teringat Ayah. Tak lama ponselku berbunyi, ada panggilan dari nomor yang tidak dikenal lagi.Wan, ini Kang Asep. Bapak kamu kena maag kronis, sekarang dirawat di rumah sakit. Sudah tiga hari yang lalu, suara tetanggaku itu makin membuat khwatir akan keberadaan Ayah. Tanpa berkata-kata, Aku menangis penuh rasa bersalah. Aku sadar sudah banyak menyianyiakan waktu, Aku tidak mendengarkan nasihat orang tuaku, tidak fokus akan apa yang menjadi tujuan utamaku. Akhirnya, bapak ketan bakar itu mau memberiku bantuan uang. Hari itu juga, Aku lekas pergi ke rumah sakit menemui Ayah.